Sabtu, 03 Mei 2014

Hukum laki-laki menjenguk muslimah yang sakit

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta
alam. Shalawat dan salam atas Rasulullah –Shallallahu
'Alaihi Wasallam-, keluarga dan pra sahabatnya.
Menjenguk orang sakit termasuk di antara akhlak Islam
yang mulia. Ia bagian misi rahmat Islam, khususnya
terhadap orang-orang lemah. Karena orang sakit sedang
merasakan penderitaan dan menahan rasa sakit yang
menyerangnya. Oleh sebab itu, ia lebih membutuhkan
perhatian dan bantuan dari sesamanya serta hiburan dan
motifasi untuk menguatkannya. Karena itulah Islam
memberikan perhatian besar terhadap akhlak mulia ini
melalui lisan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam .
ﺃَﻃْﻌِﻤُﻮﺍ ﺍﻟْﺠَﺎﺋِﻊَ ﻭَﻋُﻮﺩُﻭﺍ ﺍﻟْﻤَﺮِﻳﺾَ ﻭَﻓُﻜُّﻮﺍ ﺍﻟْﻌَﺎﻧِﻲَ
" Berilah makan oleh kalian orang yang lapar,
jenguklah orang sakit, dan bebaskan tawanan
(muslim). " (HR. Al-Bukhari Dari Abu Musa al-Asy'ari
Radhiyallahu 'Anhu )
Dituturkan oleh al-Bara' bin Azib Radhiyallahu 'Anhu ,
ia berkata: "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
memerintahkan kepada kami dengan tujuh perkara dan
melarang kami dari tujuh perkara: Beliau
memerintahkan kami agar menjenguk orang
sakit. . ." (Muttafaq 'alaih)
Pentingnya akhlak ini dalam struktur masyarakat
muslim, Islam menjadikannya sebagai bagian dari hak
ukhuwah islamiyah yang harus ditunaikan seorang
muslim terhadap saudara muslimya yang lain.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
ﺣَﻖُّ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢِ ﺧَﻤْﺲٌ ﺭَﺩُّ ﺍﻟﺴَّﻠَﺎﻡِ ﻭَﻋِﻴَﺎﺩَﺓُ ﺍﻟْﻤَﺮِﻳﺾِ ﻭَﺍﺗِّﺒَﺎﻉُ ﺍﻟْﺠَﻨَﺎﺋِﺰِ
ﻭَﺇِﺟَﺎﺑَﺔُ ﺍﻟﺪَّﻋْﻮَﺓِ ﻭَﺗَﺸْﻤِﻴﺖُ ﺍﻟْﻌَﺎﻃِﺲِ
" Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima:
Menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengantar
jenazah, memenuhi undangan, dan mendoakan yang
bersin. ” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah Radhiyallahu 'Anhu )

Akhlak Islam yang mulia ini berlaku secara umum
untuk laki-laki dan wanita. Kalau antar sesama jenis
tentu tidak kita perselisihkan, yakni laki-laki menjenguk
laki-laki lainnya, wanita menjenguk sesama wanita.
Namun bagaimana jika yang sakit seorang wanita
muslimah, apakah laki-laki muslim yang tidak punya
hubungan mahram atau kekerabatan juga dianjurkan
menjenguknya?

Pada dasarnya, seorang laki-laki muslim boleh
menjenguk muslimah –bukan mahramnya- yang sedang
sakit. Juga sebaliknya, seorang muslimah boleh
menjenguk seorang muslim –bukan mahramnya- yang
sedang sakit. Dan ia akan mendapatkan pahala dan
keutamaan menjenguk orang sakit.

Tentu ini dengan
beberapa syarat, yaitu: bisa menjaga aurat, aman dari
fitnah, dan tidak khalwat (berduaan).

Imam al-Bukhari membuat bab dalam Shahihnya, Bab
Iyadah al-Nisa’ al-rijal (bab kaum wanita menjenguk
kaum lelaki) dan Ummu Darda’ menjenguk seorang
laki-laki Anshar yang tinggal di masjid. Kemudian
beliau menyebutkan hadits Aisyah Radhiyallahu 'Anha
bahwa dia menjenguk Abu Bakar dan Bilal
Radhiyallahu 'Anhuma saat keduanya sakit ketika baru
sampai di Madinah.
Ummu Salamah juga pernah menjengk Syamas bin
Utsman dan lainnya. Diceritakan pula tentang wanita
Anshar yang menjenguk Utsman bin Madz’un saat ia
sakit dan dirawat di salah satu rumah di kampung
mereka. Saat ia meninggal maka para wanita Anshar
memberikan kesaksian baik untuknya.
Imam Muslim meriwatakan dari Anas Radhiyallahu
'Anhu , “Bahwasanya Abu Bakar berkata kepada Umar
Radhiyallahu 'Anhu setelah wafatnya Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam ,
ﺍﻧْﻄَﻠِﻖْ ﺑِﻨَﺎ ﺇﻟَﻰ ﺃُﻡِّ ﺃَﻳْﻤَﻦَ ﻧَﺰُﻭﺭُﻫَﺎ ، ﻛَﻤَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
ﻳَﺰُﻭﺭُﻫَﺎ , ﻭَﺫَﻫَﺒَﺎ ﺇﻟَﻴْﻬَﺎ
“Mari kita pergi ke Ummu Aiman untuk
mengunjunginya, sebagaimana Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam dahulu biasa mengunjunginya. Maka
keduanya pergi ke sana.”

Ibnu Al-Jauzi Rahimahullah berkata, “Dan lebih utama
membawa maksud itu atas orang yang tidak khawatir
fitnah, seperti wanita tua.” Wallahu Ta’ala A’lam.

[PurWD/voa-islam.com]

Istighfar penghapus dosa besar

Asataghfirullaah Laa Ilaaha Illaa HuwalHayyal
Qayyuma wa Atuubu Ilaihi

“Aku mohon ampun dan bertaubat kepada Allah yang
tiada tuhan (berhak disembah) kecuali hanya Dia, Dzat
Maha hidup kekal dan berdiri sendiri”

Sumber Doa
Dari Zaid bin Haritsah –maula Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam- berkata: Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
ﻣَﻦْ ﻗَﺎﻝَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻟَﺎ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﻫُﻮَ ﺍﻟْﺤَﻲَّ ﺍﻟْﻘَﻴُّﻮﻡَ ﻭَﺃَﺗُﻮﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻏُﻔِﺮَ
ﻟَﻪُ ﻭَﺇِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﻗَﺪْ ﻓَﺮَّ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺰَّﺣْﻒِ
“Siapa yang membaca Asataghfirullaah Laa Ilaaha Illaa
HuwalHayyal Qayyuma wa Atuubu Ilaihi maka akan
diampuni dosanya walaupun ia pernah lari dari medan
perang.” (HR. Abu Dawud, Al-Tirmidzi, al-Thabrani,
Al-Hakim dan Ibnu Abi Syaibah. Dishahihkan oleh
Syaikh Al-Albani Rahimahullah di Shahih Abi Dawud
dan Shahih al-Tirmidzi)

Terdapat tambahan dalam sebagian riwayat –seperti
dalam Sunan Al-Tirmidzi & al-Hakim-, “Astaghfirullah
Al-‘Adzim”.
Tempat Khusus Membacanya?
Telah datang beberapa riwayat yang menerangkan
tempat khusus untuk membaca doa istighfar ini, seperti
sesudah shalat, bangun tidur, dan di pagi hari Jum’at.
Namun tak satupun dari keterangan-keterangan tersebut
yang shahih sehingga tidak bisa diamalkan dengan
kekhususannya tersebut.

Ada hadits yang berstatus maqbul –sebagian ulama
menghasankannya dan sebagian lain menshahihkannya-
menyebutkan istighfar tersebut tanpa mengaitkannya
dengan waktu-waktu tertentu. Bisa dibaca pada waktu
yang bebas tanpa mengkhususkannya dengan waktu
dan tempat.

Al-Hakim mengeluarkannya dalam Mustadraknya dari
hadits Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'Anhu , ia
berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda:
ﻣَﻦْ ﻗَﺎﻝَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻟَﺎ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﻫُﻮَ ﺍﻟْﺤَﻲَّ ﺍﻟْﻘَﻴُّﻮﻡَ ﻭَﺃَﺗُﻮﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺛَﻠَﺎﺛًﺎ
ﻏُﻔِﺮَﺕْ ﺫُﻧُﻮْﺑُﻪُ ﻭَﺇِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﻗَﺪْ ﻓَﺎﺭًّﺍ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺰَّﺣْﻒ
ِ
“Siapa yang membaca Asataghfirullaah Alladzii Laa
Ilaaha Illaa HuwalHayyal Qayyuma wa Atuubu Ilaihi
maka diampuni dosa-dosanya walaupun ia pernah lari
dari medan perang.”

(HR. Al-Hakim, beliau berkata:
“ini adalah hadits shahih sesuai syarat Muslim namun
Al-Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya.”
Hadits ini juga dikeluarkan oleh Al-Thabrani dalam Al-
Mu’jam Al-Kabir, no. 8541. Abu Nu’aim meriwayatkan
yang serupa dalam Akhbar Ashbahan dari hadits Abu
Hurairah Radhiyallahu 'Anhu )
Keutamaannya
Doa ini mengandung istighfar (permohonan ampunan)
yang sangat agung dan memakai wasilah (sarana) yang
sangat mulia dengan menyebut nama-nama Allah yang
Maha Indah –Allah, Al-Adzim, Al-Hayyu, dan Al-
Qayyum-, ikrar akan uluhiyah Allah dan tekad
bertaubat saat itu juga.

Astaghfirullah memiliki makna meminta ampunan
kepada Allah, memohon agar Allah menutupi dosa-
dosanya, dan tidak menghukumnya atas dosa-dosa
tersebut.
Disebut kalimat tauhid setelah kalimat “Aku meminta
ampun kepada Allah” memberikan makna bahwa
hamba tersebut mengakui kewajibannya untuk ibadah
kepada Allah semata yang itu menjadi hak Allah
Subhanahu Wa Ta'ala . Ini menuntut agar orang yang
beristighfar untuk membuktikan ubudiyahnya kepada
Allah dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya dan
menjauhi larangan-larangan-Nya.
Al-Hayyul Qayyum: dua nama Allah yang agung ini
disebut sesudahnya memiliki kaitan dengan permintaan
ampunan karena semua nama Allah dan sifat-Nya yang
Maha tinggi yang Dzatiyah dan Fi’liyah kembali
kepada keduanya. Sifat Dzatiyah merujuk kepada nama
Al-Hayyu (Maha hidup kekal). Sedangkan sifat fi’liyah
kembali kepada nama Al-Qayyum (Tegak berdiri
sendiri dan mengurusi semua makhluk-Nya)
Ditutup doa tersebut dengan Waatubu Ilaihi (Aku
bertaubat kepada-Nya) mengandung keinginan kuat
dari hamba untuk bertaubat (kembali) kepada Allah
Tabaraka wa Ta’ala. Karenanya jika hamba
mengucapkan kalimat ini hendaknya ia jujur dalam
melafadzkannya pada dzahir & batinnya. Jika ia dusta,
dikhawatirkan ia tertimpa kemurkaan Allah. (Lihat al-
Fuuthaat al-Rabbaniyah: 3/701)
Allah siapkan balasan terbaik untuknya, yakni ampunan
untuknya sehingga dihapuskan dosa-dosanya, ditutupi
aib-aibnya, dilapangkan rizkinya, dijaga fisiknya,
dipelihara hartanya, mendapat kucuran barakah,
semakin meningkat kualitas agamanya, menjapatkan
jaminan keamanan di dunia dan akhirat, dan mendapat
keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala .

Dosa yang akan diampuni dengan doa istighfar ini
bukan hanya dosa-dosa kecil, tapi juga dosa besar.
Bahkan dosa yang terkategori min akbaril dzunub (dosa
paling besar), yaitu lari dari medan perang, “. . .
walaupun ia pernah lari dari medan perang.”
Lari dari medan perang adalah lari meninggalkan
medan jihad fi sabilillah saat berkecamuk peperangan
melawan orang kafir. Ini menunjukkan bahwa melalui
doa istighfar yang agung ini Allah akan mengampuni
dosa-dosa terbesar yang tidak memiliki konsekuensi
hukuman jiwa dan harta seperti lari dari medan perang
dan dosa-dosa semisalnya.

Jika hamba mengucapkan
doa di atas dengan ikhlash, jujur, memahami makna-
maknanya; niscaya ia akan mendapatkan kabar gembira
maghfirah yang agung ini.

Jumat, 02 Mei 2014

Ta'aruf di dunia maya

Berta’aruf di Dunia Maya

Assalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh…….
“Ukhti, aku tertarik ta’aruf samaanti.” Itulah
kalimat yang sering diadukan oleh para
akhwat (yang penulis kenal). Dalam satu
minggu bisa ada dua tawaran ta’aruf dari
ikhwan dunia maya.
Berdasarkan curhat para akhwat, rata-rata si
ikhwan tertarik pada akhwat melalui
penilaian komentar akhwat.
Banyaknya jaringan sosial di dunia maya
seperti facebook,facelim,twitter,
friendster,ebbudy,yahoo messenger, dll,
menjadikan akhwat dan ikhwan mudah
berinteraksi tanpa batas.
Begitu lembut dan halusnya jebakan dunia
maya, tanpa disadari mudah
menggelincirkan diri manusia ke jurang
kebinasaan.
Kasus ta’aruf ini sangat memprihatinkan
sebenarnya.
Seorang bergelar ikhwan memajang profil
islami, tapi serampangan memaknai ta’aruf.
Melihat akhwat yang dinilai bagus kualitas
agamanya, langsung berani mengungkapkan
kata ‘ta’aruf’, tanpa perantara.
Jangan memaknai kata “ta’aruf” secara
sempit, pelajari dulu serangkaian tata cara
ta’aruf atau kaidah-kaidah yang dibenarkan
oleh Islam. Jika memakai kata ta’aruf untuk
bebas berinteraksi dengan lawan jenis,
lantas apa bedanya yang telah mendapat
hidayah dengan yang masih jahiliyah? Islam
telah memberi konsep yang jelas
dalam tata cara ta’aruf.
Suatu ketika ada sebuah cerita di salah satu
situs jejaring sosial, pasangan akhwat-
ikhwan mengatakan sedang ta’aruf, dan
untuk menjaga perasaan masing-masing,
digantilah status mereka berdua sebagai
pasutri, sungguh memiriskan hati.
Pernah juga ada kisah ikhwan- akhwat yang
saling mengumbar kegenitan di dunia maya,
berikut ini petikan obrolannya:“Ass
alamualaikum ukhti,” Sapa sang ikhwan.
“‘Wa’alikumsalam akhi,” Balas
sang akhwat.
“Subhanallah ukhti, ana kagum dengan
kepribadian anti, seperti Sumayyah, seperti
Khaulah binti azwar, bla bla bla bla…” puji
ikhwan tersebut.
Apakah berakhir sampai di sini? Oh no….
Rupanya yang di temui ini juga akhwat
genit, maka berlanjutlah obrolan tersebut, si
ikhwan bertanya apakah si akhwat sudah
punya calon, lantas si akhwat menjawab.
“Alangkah beruntungnya akhwat yang
mendapatkan akhi kelak.”
Sang ikhwan pun tidak mau kalah, balas
memuji akhwat.
“Subhanallah, sangat beruntung ikhwan
yang mendapatkan bidadari dunia seperti
anti.”
Banyaknya jaringan sosial di dunia maya
menjadikan akhwat dan ikhwan mudah
berinteraksi tanpa batas. Ikhwannya
membabi buta, akhwatnya terpedaya….
Owh mengerikan, berlebay-lebay di dunia
maya, syaitan tak mau menyia-nyiakan
kesempatan ini.
Lalu tertancaplah rasa, bermekaran di dada
dua sejoli tersebut, yang belum ada ikatan
pernikahan.
Dengan bangganya sang ikhwan
menaburkan janji-janji manis, akan
mengajak akhwat hidup di planet mars,
mengunjungi benua-benua di dunia. Hingga
larutlah keduanya dalam janji- janji lebay.
Ikhwannya membabi buta, akhwatnya
terpedaya…… na’udzubillah tsuma
na’udzubillah, bukan begitu ta’aruf yang
Rasulullah saw ajarkan.
Wahai saudaraku Ikhwan, Jangan
Permainkan Ta’aruf! Muslimah itu mutiara,
tidak
sembarang orang boleh menyentuhnya,
tidak sembarang orang boleh emandangnya.
Jika kalian punya keinginan untuk
menikahinya, carilah cara yang baik yang
dibenarkan Islam.
Cari tahu informasi tentang akhwat melalui
pihak ketiga yang bisa dipercaya.
Jika maksud ta’arufmu untuk
menggenapkan separuh agamamu, silakan
saja,
tapi prosesnya jangan keluar dari koridor
Islam.
Wahai saudaraku Ikhwan, relakah jika
adikmu dijadikan ajang coba-coba ta’aruf
oleh
orang lain? Tentu engkau keberatan bukan?
….
Wahai ikhwan, relakah jika adikmu
dijadikan ajang coba- coba ta’aruf oleh
orang lain?
Tentu engkau keberatan bukan? Jagalah
izzah muslimah, mereka adalah saudaramu.
Pasanglah tabir pembatas dalam interaksi
dengannya. Pahamilah, hati wanita itu
lembut dan mudah tersentuh, akan timbul
guncangan batin jika jeratan yang kalian
tabur tersebut hanya sekedar main-main.
Jagalah hati mereka, jangan banyak
memberi harapan atau menabur simpati
yang dapat melunturkan keimanan mereka.
Mereka adalah wanita-wanita pemalu yang
ingin meneladani wanita mulia di awal-awal
Islam, biarkan iman mereka bertambah
dalam balutan rasa nyaman dan aman dari
gangguan JIL (Jaringan Ikhwan Lebay)
Wahai saudaraku Ikhwan, Ini hanya sekedar
nasihat, jangan mudah percaya dengan
apa yang dipresentasikan orang di dunia
maya, karena foto dan kata-kata yang tidak
kamu ketahui kejelasan karakter wanita,
tidak dapat dijadikan tolak ukur
kesalehahan mereka, hendaklah mengutus
orang yang amanah yang membantumu
mencari data dan informasinya.
luasnya ilmu yang engkau miliki tidak
menjadikan engkau mulia, jika tidak kau
imbangi dengan menjaga adab pergaulan
dengan lawan jenis….
Wahai ikhwan, luasnya ilmu yang engkau
miliki tidak menjadikan engkau mulia, jika
tidak kau imbangi dengan menjaga adab
pergaulan dengan lawan jenis.
Duhai Akhwat, Jaga Hijabmu! Duhai
akhwat, jaga hijabmu agar tidak runtuh
kewibaanmu.
Jangan bangga karena banyaknya ikhwan
yang menginginkan taaruf. Karena ta’aruf
yang tidak berdasarkan aturan syar’i,
sesungguhnya sama saja si ikhwan
meredahkanmu.
Jiika ikhwan itu punya niat yang benar dan
serius, tentu akan memakai cara yang
Rasulullah saw ajarkan, dan tidak langsung
menembak kalian dengan caranya sendiri.
Duhai akhwat, terkadang kita harus
mengoreksi cara kita berinteraksi dengan
mereka,
apakah ada yang salah hingga membuat
mereka tertarik dengan kita? Terlalu
lunakkah
sikap kita terhadapnya? Duhai akhwat,
sadarilah, orang- orang yang engkau kenal
di
dunia maya tidak semua memberikan
informasi yang sebenarnya, waspadalah,
karena
engkau adalah sebaik-baik wanita yang
menggenggam amanah Ilahi. Jangan mudah
terpedaya oleh rayuan orang di dunia maya.
berhiaslah dengan akhlak islami, jangan
mengumbar kegenitan pada ikhwan yang
bukan
mahram….
Duhai akhwat, berhiaslah dengan akhlak
islami, jangan mengumbar kegenitan pada
ikhwan yang bukan mahram, biarkan apa
yang ada di dirimu menjadi simpanan manis
buat suamimu kelak.
Duhai akhwat, ta’aruf yang sesungguhnya
haruslah berdasarkan cara Islam, bukan
dengan cara mengumbar rasa sebelum ada
akad nikah.
Hal-hal yang i perlu diperhatikan untuk
akhwat ataupun ikhwan :
4 Hal Saat Muslim dan Muslimah / Ikhwan
dan Akhwat Berta’aruf
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
seorang muslim dan muslimah dalam
menjalankan proses ta’aruf, diantaranya:
Pertama, bersihkan niat, dan ikhlaskan
menikah adalah ibadah semata untuk
mencari ridhaNya.
Tidak mudah memang menerima “calon
suami” kita apa adanya, apalagi apabila
yang datang tidak sesuai dengan “kriteria”
yang kita harapkan.
Di sinilah sandungan/ujian pertama
keikhlasan kita.
Kedua, jaga nilai-nilai yang ada pada saat
proses ta’aruf.
Usahakan semuanya sesuai dengan landasan
syar’i yang ada.
sangat disayangkan apabila niat yang sudah
diusahakan untuk bersih, terkotori oleh hal-
hal yang berbau maksiat.
Ketiga, terus berdo’a, memohon petunjuk
dan bimbinganNya.
Mohon dilapangkan hati, dimudahkan
jalannya, dan diberi kemantapan tekad
untuk
melakukan yang terbaik sesuai
kehendakNya.
Karena kita mahluk yang lemah dan sangat
lemah, adakalanya kita tidak kuat
menjalani hal yang terjadi, maka mohonlah
kekuatan dariNya.
Keempat, tawakkal.
Setelah niat yang kita usahakan, proses
yang kita jaga, terakhir yang terbaik kita
lakukan adalah tawakkal.
Apapun yang terjadi, serahkan semua itu
padaNya. Karena
hanya Dialah yang Mahatahu apa yang
akan terjadi nanti, dan hanya Allah yang
tahu yang terbaik untuk kita di dunia
akhirat. Tidak ada yang lebih indah dari
tawakkal ini.
Dua hal yang mengagumkan untuk seorang
muslim/muslimah, adalah pada saat dia
diberi musibah dia bersabar, dan pada saat
dia diberi kenikmatan dia bersyukur. Dan
kedua-duanya adalah baik. Begitu juga
dengan proses ta’aruf yang terjadi.
Apabila pada saat berjalannya proses,
semuanya sesuai dengan harapan kita, maka
kita
bersyukur. Dan bila yang terjadi adalah
sebaliknya, ternyata tidak sesuai, maka kita
bersabar.
Wallahu’alam bishowab.