Setiap lima tahun sekali,
rakyat Indonesia senantiasa berharap, berdo’a
kepada Allah dan berikhtiar melalui Pemilu,
agar dapat menemukan sosok pemimpin yang
dapat mewujudkan cita-cita kemerdekaan
Indonesia. Yaitu, menjadi bangsa yang
berdaulat, adil dan makmur bagi seluruh
rakyat Indonesia. Namun, do’a, harapan, dan
ikhtiar rakyat Indonesia belum juga terwujud.
Pilpres setiap lima tahun sekali, sampai
sekarang ternyata hanya utopia. Presiden
terpilih yang datang silih berganti tidak dapat
menjalankan amanah konstitusi, gagal
memenuhi cita-cita kemerdekaan. Mereka
justru menjadi fir’aun-fir’aun kecil yang
menjerumuskan rakyatnya ke jalan neraka.
ﻭَﺟَﻌَﻠْﻨَﺎﻫُﻢْ ﺃَﺋِﻤَّﺔً ﻳَﺪْﻋُﻮﻥَ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ ﻭَﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻟَﺎ ﻳُﻨْﺼَﺮُﻭﻥَ
) 41 ( ﻭَﺃَﺗْﺒَﻌْﻨَﺎﻫُﻢْ ﻓِﻲ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻟَﻌْﻨَﺔً ﻭَﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻫُﻢْ ﻣِﻦَ
ﺍﻟْﻤَﻘْﺒُﻮﺣِﻴﻦَ ) 42(
“Kami telah menjadikan Fir’aun dan para
pembesarnya sebagai pemimpin yang
mengajak manusia ke neraka. Pada hari
kiamat kelak, mereka tidak akan
mendapatkan penolong dari siksa neraka.
Kami timpakan laknat kepada Fir’aun dan
para pembesarnya di dunia ini. Pada hari
kiamat kelak, mereka termasuk orang-orang
yang diadzab di neraka.” (Qs. Al-Qashash,
28: 41-42)
Fir’aun, artinya orang yang lari dari
pertolongan Allah Swt. Kepemimpinan
Fir’aun, atau Fir’aunisme merupakan contoh
buruk penguasa zalim sepanjang masa.
Kekuasaannya bersumber pada hawa nafsu,
menolak ajaran Allah, tidak memiliki
ideologi dan tujuan hidup, selain kesenangan
duniawi serta kenikmatan sensual.
Di zaman modern ini, Fir’aunisme
merupakan jelmaan dari penguasa dan
penindas sekaligus. Seperti disebut dalam Al-
Qur’an, gaya kepemimpinan Fir’aunisme
suka menyalah gunakan wewenang untuk
kepentingan kekuasaannya. Mengadu domba
dan memecah belah rakyat, supaya rakyat
menjadi lemah dan tidak berani melawan.
Didukung para loyalis dan birokrasi
kekuasaan, ia melakukan rekayasa, bila perlu
rekapaksa terhadap rakyat guna
melanggengkan kekuasaannya. Untuk
kepentingan ini, ia tak segan membunuh
lawan politiknya secara tak
berprikemanusiaan. Inilah karakter dan gaya
kepemimpinan yang jahat, warisan raja-raja
Fir’aun.
Akibat tragis kekuasaannya yang zalim,
maka Fir’aun bersama kroninya dilaknat oleh
Allah, ditimpa malapetaka yang dahsyat.
ﻭَﻟَﻘَﺪْ ﺃَﺧَﺬْﻧَﺎ ﺁﻝَ ﻓِﺮْﻋَﻮْﻥَ ﺑِﺎﻟﺴِّﻨِﻴﻦَ ﻭَﻧَﻘْﺺٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺜَّﻤَﺮَﺍﺕِ ﻟَﻌَﻠَّﻬُﻢْ
ﻳَﺬَّﻛَّﺮُﻭﻥَ ) 130 (
“Kami telah menghukum kaum Fir’aun
dengan bencana paceklik dan kekurangan
buah-buahan, supaya mereka mau menyadari
kesalahannya.” (Qs. Al-A’raaf, 7: 130)
ﻓَﺄَﺭْﺳَﻠْﻨَﺎ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢُ ﺍﻟﻄُّﻮﻓَﺎﻥَ ﻭَﺍﻟْﺠَﺮَﺍﺩَ ﻭَﺍﻟْﻘُﻤَّﻞَ ﻭَﺍﻟﻀَّﻔَﺎﺩِﻉَ ﻭَﺍﻟﺪَّﻡَ ﺁﻳَﺎﺕٍ
ﻣُﻔَﺼَّﻠَﺎﺕٍ ﻓَﺎﺳْﺘَﻜْﺒَﺮُﻭﺍ ﻭَﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻗَﻮْﻣًﺎ ﻣُﺠْﺮِﻣِﻴﻦَ ) 133 (
“Kemudian Kami pun mengirimkan puting
beliung, belalang, kutu, katak, dan banjir
darah kepada kaum Fir’aun sebagai tanda
ancaman Allah yang rinci dan jelas, namun
kaum Fir’aun tetap congkak. Sejak dahulu
kaum Fir’aun adalah kaum yang suka
berbuat dosa.” (Qs. Al-A’raaf, 7: 133)
Dimanapun di dunia ini, apakah di Amerika,
Iran, Arab Saudi, Mesir, Pakistan, Rusia,
Cina, Israel, Indonesia atau dimana saja, jika
seorang penguasa menggunakan
kekuasaannya untuk berbuat zalim pada
rakyatnya, tidak menaati Allah Swt,
sesungguhnya dia telah memosisikan dirinya
sebagai musuh Allah. Dan jika penguasa
negara telah menjadi musuh Allah, inilah titik
bahaya bagi sebuah negara. Selamanya akan
menjadi bangsa terlaknat di dunia, dan
mendapat adzab di akhirat, sampai mereka
bertobat.
Memilih Pemimpin
Pemilu legislatif 9 April 2014, baru saja
berlalu. Dan beberapa bulan lagi menghadapi
Pilpres. Petualangan Parpol Islam, berakhir
sebagai pecundang dan dipecundangi parpol
sekuler. Sebagai kekuatan politik, umat Islam
Indonesia bukan saja ditindas,
dikesampingkan, tapi juga dilumpuhkan.
Ibarat kata, eksistensi parpol Islam sekadar
aksesoris.
Setelah bencana kekalahan yang terus
menerus menerpa, dari pemilu ke pemilu,
mungkinkah para aktor politik ini menyadari
kesalahannya? Sambil menanti masa suram
parpol Islam berlalu, kita berharap janganlah
potensi umat Islam dihamburkan untuk
tujuan yang tidak berdaya guna.
Bercerminlah sejenak pada sabda Rasulullah
Saw di bawah ini:
ﺇِﻥَّ ﺭَﺑِّﻲ ﻗَﺎﻝَ : ﻳَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪُ ، ﺇِﻧِّﻲ ﺇِﺫَﺍ ﻗَﻀَﻴْﺖُ ﻗَﻀَﺎﺀً ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻟَﺎ ﻳُﺮَﺩُّ ،
ﻭَﺇِﻧِّﻲ ﺃَﻋْﻄَﻴْﺘُﻚَ ﻟِﺄُﻣَّﺘِﻚَ ﺃَﻥْ ﻟَﺎ ﺃُﻫْﻠِﻜَﻬُﻢْ ﺑِﺴَﻨَﺔٍ ﻋَﺎﻣَّﺔٍ ، ﻭَﺃَﻥْ ﻟَﺎ ﺃُﺳَﻠِّﻂَ
ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﻋَﺪُﻭًّﺍ ﻣِﻦْ ﺳِﻮَﻯ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻬِﻢْ ﻓَﻴَﺴْﺘَﺒِﻴﺢَ ﺑَﻴْﻀَﺘَﻬُﻢْ ، ﻭَﻟَﻮْ ﺍﺟْﺘَﻤَﻊَ
ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﻣَﻦْ ﺑَﻴْﻦَ ﺃَﻗْﻄَﺎﺭِﻫَﺎ …
“Sesungguhnya Tuhanku telah berfirman:
“Bila Aku telah memutuskan sesuatu, maka
keputusan itu tidak akan berubah lagi.
Sesungguhnya Aku telah memberikan
kepadamu untuk umatmu, bahwa Aku tidak
akan membinasakan mereka dengan
menurunkan malapetaka. Aku juga tidak
akan menjadikan mereka dikuasai oleh
musuh mereka, tetapi mereka akan binasa
oleh kekuatan mereka sendiri, dan sekalipun
musuh bersatu untuk menghancurkan mereka
tidaklah akan berhasil.” (HR. Muslim, At-
Tirmidzi, dan Ahmad dari Tsauban)
Sebagian pengamat mengatakan, kondisi
parpol Islam yang terus menerus
dipecundangi parpol sekuler, belum pernah
menang sepanjang sejarah pemilu di
Indonesia; disebabkan jualan agama sudah
tidak laku. Parpol sekuler lebih unggul dalam
strategi penggalangan massa dan pengalaman
berpolitik mereka jauh lebih hebat.
Namun, menurut logika akal sehat tidaklah
demikian. Siasat lawan politiknya tidak akan
berhasil bilamana parpol Islam tetap
konsisten berpegang pada agama Allah
dalam mengemban misi politiknya. Tidak
perlu khawatir akan dikuasai oleh musuh-
musuhnya, selama mereka benar-benar
mampu mengendalikan hawa nafsunya dan
melaksanakan Syariat Islam dalam kehidupan
sehari-hari.
Jika ternyata kaum muslimin dapat
dikalahkan atau dilumpuhkan secara politik,
itu semata-mata akibat kelalaian dan
pengingkaran terhadap Syariat Islam. Sebab
yang membuat kaum muslimin kuat adalah
komitmen dan konsistensi mereka dalam
menjalankan Islam sehari-hari, sehingga
segala makar dan tipu muslihat musuh untuk
melemahkan mereka tidak akan berpengaruh
apa-apa. Sesungguhnya Allah Swt. telah
menegaskan, umat Islam tidak akan dapat
dikuasai dan dibinasakan oleh musuh-
musuhnya, tetapi mereka akan hancur oleh
ulah dan kesalahannya sendiri.
Dengarlah wasiat Khalifah ‘Umar Bin Khattab
RA kepada panglima perang Sa’ad bin Abi
Waqqash RA saat akan berjihad melawan
pasukan Persia dalam peperangan Qadisiyah
yang terjadi pada tahun 14 H / 636 M.
“Aku memerintahkanmu dan seluruh anggota
pasukanmu untuk bertakwa kepada Allah
dalam setiap keadaan, karena taqwa kepada
Allah adalah senjata yang paling kuat dan
strategi yang paling jitu untuk mengalahkan
musuhmu dalam peperangan. Dan aku
memerintahkanmu beserta seluruh anggota
pasukanmu untuk berhati hati terhadap
perbuatan maksiat, lebih dari kehati-hatian
kalian terhadap musuh, karena kemaksiatan
tentara Islam lebih aku khawatirkan daripada
pasukan musuh.
Sesungguhnya pasukan muslimin diberi
pertolongan oleh sebab musuh-musuhnya
yang berbuat kemaksiatan kepada Allah. Jika
bukan karena itu, niscaya kita tidak akan
berdaya menghadapi pasukan musuh, karena
jumlah kita tak sebanding dengan jumlah
pasukan musuh, persenjataan kita lebih
sedikit dibandingkan persenjataan musuh.
Jika kita tidak berbuat maksiat, maka kita
akan menang, karena kemenangan kita bukan
karena kekuatan kita. Tapi karena
pertolongan Allah.
Dan ketahuilah, selama perjalanan kalian,
Allah mengirim para malaikat hafadzah yang
akan mengawasi. Maka teruslah merasa malu
kepada mereka. Janganlah kalian bermaksiat
kepada Allah, padahal kalian sedang berada
di jalanNya.
Janganlah kalian berkata bahwa kalian pasti
menang karena musuh pasti lebih buruk dari
kalian, sehingga mereka tidak akan mungkin
menguasai kalian. Boleh jadi suatu kaum
dikuasai oleh kaum yang buruk, sebagaimana
Bani Israil yang dikuasai kaum Majusi.
Karena Bani Israil telah melakukan hal-hal
yang membuat Allah murka.
Mohonlah kepada Allah agar menolong
kalian melawan hawa nafsu kalian,
sebagaimana kalian juga memohon
pertolongan dari Allah dalam melawan
musuh-musuh kalian.”
Lalu apa kesalahan parpol Islam, sehingga
umat Islam ikut menanggung malu dan
merasakan akibat buruk dari kesalahan ini?
Kesalahan terbesarnya adalah tidak adanya
komitmen yang tegas dan loyalitas yang jelas
terhadap Islam.
Dalam hal ini parpol Islam bahkan tidak
segan-segan mengkhianati konstituennya.
Menolak memperjuangkan Syariat Islam,
bahkan menghilangkan asas Islam dan tidak
mau disebut parpol Islam, padahal basisnya
konstituen Muslim serta didukung ormas
Islam. Bukankah ini berarti berkhianat pada
konstituennya sendiri?
Selain itu, kegemaran mereka untuk
bertengkar dan saling melemahkan. Pada
gilirannya, masing-masing parpol Islam lebih
happy berkoalisi dengan parpol sekuler dan
lebih memilih dipimpin oleh pemimpin
sekuler daripada dipimpin di bawah bendera
Islam.
Menurut statistik, penduduk Indonesia
mayoritas beragama Islam, tapi mengapa
tidak berpengaruh dalam perolehan suara
parpol Islam? Hitung-hitungan mayoritas
umat Islam di Indonesia, bukanlah
berdasarkan kualitas, melainkan jumlah yang
tertera dalam KTP.
Oleh karena itu, klaim umat Islam hanya
yang memilih parpol Islam saja, sudah tidak
relevan lagi. Bukan berarti membenarkan
sikap parpol yang bersifat terbuka, non
sektarian dan alasan-alasan oportunis lainnya.
Tetapi semua yang mengaku beragama Islam,
apapun parpol dan ormasnya, berkewajiban
menunjukkan komitmennya terhadap
agamanya, untuk hidup dan mencari
penghidupan berdasarkan syariat Islam.
Mereka tidak boleh sekadar Muslim
demografi, sekadar Muslim KTP; atau Islam
geografi, karena tinggal di wilayah mayoritas
Islam.
Dalam Pilpres nanti, yang bebas dan rahasia
itu, demi kemaslahatan bangsa Indonesia
seluruhnya, maka lepaskan jubah organisasi,
lepaskan pula baju parpol. Selama mengaku
beragama Islam wajib baginya memilih
pemimpin sesuai yang diajarkan agamanya.
Sebagai ilustrasi, orang Amerika sudah tentu
tidak akan rela dipimpin orang Iran.
Begitupun bangsa Rusia tidak akan mau
diperintah orang Pakistan, pemerintah
komunis China pasti menolak dipimpin orang
Mesir. Begitulah semestinya, orang Islam
tidak akan mau dipimpin oleh mereka yang
membenci dan menolak ajaran Islam.
Seperti apakah pemimpin yang seharusnya
dipilih menjadi Presiden RI, negara yang
berdasarkan Ketuhanan YME, demi
keselamatan di dunia dan akhirat kita? Inilah
petunjuk Al-Qur’an dalam memilih
pemimpin:
ﻭَﺟَﻌَﻠْﻨَﺎﻫُﻢْ ﺃَﺋِﻤَّﺔً ﻳَﻬْﺪُﻭﻥَ ﺑِﺄَﻣْﺮِﻧَﺎ ﻭَﺃَﻭْﺣَﻴْﻨَﺎ ﺇِﻟَﻴْﻬِﻢْ ﻓِﻌْﻞَ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮَﺍﺕِ ﻭَﺇِﻗَﺎﻡَ
ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﻭَﺇِﻳﺘَﺎﺀَ ﺍﻟﺰَّﻛَﺎﺓِ ﻭَﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻟَﻨَﺎ ﻋَﺎﺑِﺪِﻳﻦَ )73 (
“Kami jadikan masing-masing mereka
sebagai pemimpin yang memberikan
petunjuk kepada manusia dengan izin Kami.
Kami perintahkan kepada mereka untuk
melakukan amal-amal shalih, menegakkan
shalat dan mengeluarkan zakat. Mereka
semua senantiasa taat kepada Allah.” (Qs.
Al-Anbiyaa, 21: 73)
Bangsa Indonesia membutuhkan pemimpin
negara yang mampu membimbing rakyatnya
ke arah kebaikan, menjalankan roda
kekuasaannya di bawah bimbingan kitab suci
Al-Qur’an. Seorang pemimpin yang peduli
nasib rakyatnya, tidak korup, mengerjakan
shalat, mengeluarkan zakat, dan memiliki
integritas dengan ditopang kekuatan akhlak.
Semua persyaratan ini demi kemaslahatan
seluruh bangsa Indonesia.
Pertanyaannya, apakah bangsa Indonesia
memiliki stok pemimpin dengan karakter dan
integritas sebagaimana ayat di atas? Alangkah
sukarnya mencari tokoh Islam yang bisa
menjadi uswatun hasanah . Kebanyakan
mereka hanya pandai melukis Islam di bibir,
tapi mengotorinya dalam perbuatan. Tidak
sedikit dari mereka yang dianggap tokoh
Islam, pandai berkata tapi tidak berbuat apa-
apa, bahkan menjadi alat propaganda negara
lain.
Jika belum ada, sebaiknya rakyat Indonesia
bersabar dan mempersiapkan capres untuk
lima tahun mendatang. Apabila pada Pilpres
2014 diprediksi pemenangnya adalah capres
yang tidak memenuhi aspirasi Qur’ani di
atas, maka UU Pemilu menjamin kebebasan
untuk memilih atau tidak memilih.
Firman Allah SWT:
ﻗَﺎﻝَ ﻣُﻮﺳَﻰ ﻟِﻘَﻮْﻣِﻪِ ﺍﺳْﺘَﻌِﻴﻨُﻮﺍ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺍﺻْﺒِﺮُﻭﺍ ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽَ ﻟِﻠﻪِ
ﻳُﻮﺭِﺛُﻬَﺎ ﻣَﻦْ ﻳَﺸَﺎﺀُ ﻣِﻦْ ﻋِﺒَﺎﺩِﻩِ ﻭَﺍﻟْﻌَﺎﻗِﺒَﺔُ ﻟِﻠْﻤُﺘَّﻘِﻴﻦَ ) 128 ( ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﺃُﻭﺫِﻳﻨَﺎ
ﻣِﻦْ ﻗَﺒْﻞِ ﺃَﻥْ ﺗَﺄْﺗِﻴَﻨَﺎ ﻭَﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِ ﻣَﺎ ﺟِﺌْﺘَﻨَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻋَﺴَﻰ ﺭَﺑُّﻜُﻢْ ﺃَﻥْ ﻳُﻬْﻠِﻚَ
ﻋَﺪُﻭَّﻛُﻢْ ﻭَﻳَﺴْﺘَﺨْﻠِﻔَﻜُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﻓَﻴَﻨْﻈُﺮَ ﻛَﻴْﻒَ ﺗَﻌْﻤَﻠُﻮﻥَ ) 129 (
“Musa berkata kepada kaumnya: “Wahai
kaumku, mohonlah pertolongan kepada Allah
dan bersabarlah. Sesungguhnya bumi ini
semua milik Allah, dan diwariskan-Nya
kepada siapa yang dikehendaki di antara
hamba-hamba-Nya. Dan balasan yang baik
akan diberikan kepada orang-orang yang taat
kepada Allah.” Kaum Musa berkata kepada
Musa: “Wahai Musa, sebelum kamu datang
kepada kami, kami telah teraniaya, begitu
juga setelah kamu datang.” Musa berkata:
“Wahai kaumku, semoga Tuhan kalian
membinasakan musuh kalian dan menjadikan
kalian sebagai penggantinya untuk mengatur
negeri ini. Allah akan menguji bagaimana
kalian mengatur negeri ini.”” (Qs. Al-A’raaf,
7: 128-129)
Wallahu a’lam bis shawab!
Sumber : arrahmah.com